Hampir dua puluh lima tahun tinggal di kecamatan Cigombong (sebelumnya Cijeruk, red), belum pernah sekalipun saya menginjakkan kaki ke
Bodogol, tempat konservasi alam yang ada di Lido sana. Maka sebelum merasa gagal jadi orang Cigombong, saya tidak menyia-nyiakan kesempatan ketika teman saya,
Ucu, mengajak ke sana. Dan di sore hari yang mendung setelah gerimis itu pun kami berangkat bersama
Herlan, salah satu kuncen Bodogol :p
Perjalanan pun dimulai. Setelah menelusuri Lido Resort, tibalah kami di ujung jalan yang merupakan pertigaan di mana ke arah kirinya adalah jalan menuju Bodogol. Kira-kira tidak sampai 100 meter kemudian, kami sudah berada di jalanan berbatu yang berada dalam areal kebun jagung. Dan belum apa-apa, saya sudah disuguhi pemandangan cantik ini dari sisi kiri jalan. Wow!
Errr dan pelan tapi pasti jalanan berbatu yang tadi saya bilang pun berubah jadi tanah becek yang sama sekali tidak rata. Alamakkk, ini mah curiga offroad! Mobil mulai miring ke kiri dan ke kanan. Dan ini pun adalah pengalaman pertama buat saya. Jadi sambil (tetep) foto-foto dan pasang tampang (sok) tenang, dalam hati saya zikir karna biar bagaimanapun di sebelah kiri terbentang semacam jurang yang menganga. Ban keserimpet dikit dan mobil jadi miring banyak ke kiri kan wassalam :|
Ratusan meter kemudian, setelah berhasil melewati jalanan yang makin menggila dan harus bagi-bagi jalur dengan truk pengangkut jagung yang dengan manisnya memakan badan jalan, kamipun sampai... di pintu gerbang. Alias portal. Di sini pemandangannya masih keren. Jadi sambil melepas lelah, alangkah baiknya kalau kita foto-foto dulu :3
Kemudian perjalanan pun masih harus berlanjut untuk mencapai pintu gerbang utama. Di sini kami mulai memasuki areal hutan dengan pohon-pohon tinggi di kanan kiri jalan. Suasana menggelap dan agak sedikit
spooky, sampai saya ga berani foto-foto. Apalagi Herlan cerita kalau di salah satu ruas jalan dia dan ketiga temannya pernah mengalami kejadian di mana
handphone mereka sama-sama bunyi padahal semuanya sudah dinonaktifkan --" *tabok Herlan*
Yak, ini dia gerbang utamanya. "Selamat Datang di PUSAT PENDIDIKAN KONSERVASI ALAM BODOGOL Taman Nasional Gunung Gede Pangrango". Horeeeeeee \(^o^)/
Datang ke sini disambut gerimis. Tapi berhubung hari semakin sore dan saya tidak ingin bermalam di tempat yang tidak berlistrik ini, perjalanan pun nekat dilanjutkan setelah istirahat sejenak. Dengan
boots dan
binocular pinjaman, saya siap mengarungi Bodogol dan menuju jembatan kanopi yang diidam-idamkan selama ini.
Sambil jalan, Pak Ucu dan Pak Herlan cerita-cerita tentang kawasan ini. Jadi sebagai tempat konservasi, Bodogol merupakan hutan lindung di mana masih banyak terdapat hewan-hewan semacam Macan Tutul, Elang Jawa, Owa dan sebagainya. Dan biasanya mereka sudah punya jalur sendiri-sendiri untuk melintas. Jadi ga usah khawatir, kalau kita ke sananya bareng pemandu,
insya Allah mereka sudah hapal jalur-jalurnya sehingga ga usah takut tiba-tiba diseruduk babi misalnya. Lagipula, menurut Pak Herlan, mereka juga ngga mau kok ketemu kita (baca: manusia). Istilahnya, berbeda dengan kita yang beruntung saat ketemu mereka, hewan-hewan itu justru merasa sial saat ketemu kita. Kenapa dikatakan beruntung? Karena kebanyakan orang datang ke Bodogol untuk penelitian, jadinya pasti ngarep banget lah bisa ketemu mereka. Dan itulah kenapa sepertinya jalanan menuju ke Bodogol pun dibiarkan jelek karena memang sengaja agar tidak mengundang terlalu banyak wisatawan yang nantinya dikhawatirkan mengganggu ekosistem dan ketentraman hewan-hewan di sana. Bahkan sekarang jalur menuju Gunung Gede dan Pangrango-nya sendiri juga sudah ditutup agar para pendaki tidak bisa naik dari sini.
Ini adalah
shelter pertama yang saya jumpai. Tidak terlalu jauh dari tempat pertama kali kami jalan tadi jadi belum terlalu capek. Tapi tempat ini tidak boleh dilewatkan karena
view-nya yang luar biasa indah. Kalau beruntung, mungkin kita bisa melihat Elang Jawa melintas nun jauh di atas sana.
Sebelum hari semakin gelap, perjalanan pun kami lanjutkan kembali. Jalanan yang cenderung menurun makin membuat saya semangat (tapi sambil kepikiran nanti pas pulangnya gimanaaa...). Ditemani suara
tongeret yang selalu terdengar merdu di telinga saya, langkah demi langkah di hutan ini terasa sangat menyenangkan. Rasanya sudah lama tidak bersentuhan langsung dengan alam liar semacam ini.
Daaan inilah Jembatan Kanopi alias
Canopy Trail yang terkenal itu. Tingginya kira-kira 25 m dan panjang 100 m *hasil
googling* *gagal mendapat informasi akurat dari sang pemandu*. Horeee
akhirnya sampai juga ke sini! Resmi sudah saya jadi warga Cigombong :'))
Petualangan singkat kami pun berakhir di sini. Hari sudah maghrib dan kami tidak membawa penerangan kecuali
handphone yang sudah lowbat. Maka sisa perjalanan yang menanjak itu pun dilalui dengan ngos-ngosan *pasti akibat kurang olahraga* dengan senter dari hp yang batrenya sekarat. Untungnya pula sempat menolak ajakan Ucu untuk istirahat di tikungan karena ternyata konon itu adalah jalur babi.
Grok!
Yay, itulah sedikit cerita saya tentang jalan-jalan sore ke Bodogol. Ternyata masih ada tempat keren di dekat rumah yang belum pernah saya kunjungi seperti ini. Semoga suatu hari bisa kembali ke sana saat Bodogol berada dalam keadaan lebih terang sambil menyaksikan Elang Jawa melayang-layang di udara. Tapi cukup Elang Jawa-nya aja, ga pake selendang terbang yang sempat dilihat Herlan saat kami mau pulang.
Hiiiy...