Tuesday, December 31, 2013

(Bukan) Resolusi 2014

Malam ini, tepat setahun yang lalu, saya menulis sederet daftar di atas secarik kertas pada sebuah meja café di tepi Alun-Alun Kidul, Yogyakarta. Orang-orang menyebutnya RESOLUSI.

Saat itu saya menulis Resolusi 2013. Dibuat atas ide spontan dari Mita saat kami dan Rika tengah bergantian mencorat-coret selembar tisu dengan serangkaian racauan untuk Permadi*. 

Saya tidak ingat persis keseluruhan isi yang saya tuliskan. Kertasnya yang waktu itu saya selipkan di dompet pun sudah raib entah kemana. Hilang. Mungkin menguap bersama setumpuk resolusi yang pada akhirnya memang tidak bisa saya gapai. Sedih, ya?

Penasaran dengan arti sesungguhnya dari resolusi, sayapun mengintip KBBI:
resolusi /re·so·lu·si/ /résolusi/ n putusan atau kebulatan pendapat berupa permintaan atau tuntutan yg ditetapkan oleh rapat (musyawarah, sidang); pernyataan tertulis, biasanya berisi tuntutan tt suatu hal

Lalu apa resolusi saya untuk 2014? Tidak ada. Atau belum ada. Atau mungkin isinya memang masih sama? Entahlah. Saya belum bermusyawarah dengan diri sendiri dan belum tahu akan menuntut siapa. 

Bagaimanapun, SELAMAT MENAPAKI DUA RIBU EMPAT BELAS! Dengan atau tanpa resolusi.

*cerita tentang Permadi bisa dibaca di sini :p

Monday, December 30, 2013

Last Words

Akhir-akhir ini saya punya tontonan favorit baru: HOW I MET YOUR MOTHER. Yap, setelah Mada pernah merekomendasikannya hampir setahun lalu –bahkan sampai meminjamkan DVD season 1 dan 2 yang tak kunjung saya tonton karena tidak ada player-nya-, suatu hari saya melihat Mita asik menonton serial ini di kostannya. Karena dalam sehari ia bisa berkali-kali menonton episode demi episode, lama-lama sayapun turut terjerumus mengikuti kisah Ted dalam menemukan ibu untuk anak-anaknya kelak sekaligus persahabatannya dengan Robin, Barney, Marshall dan Lily ini.

Tapi bukan tentang sitkom Amerika ini yang ingin saya ceritakan, melainkan salah satu episode dari season 6 yang baru saja saya tonton, yaitu “Last Words”. Bercerita tentang Marshall yang ditinggal sang ayah untuk selamanya lalu berusaha mengingat “what were the last words of my dad to me?”.

photo by howimetyourmotherislove.tumblr.com

Saya yang biasanya tertawa melihat kelakuan absurd mereka, kali ini harus menitikkan air mata di salah satu adegan saat akhirnya Marshall berhasil menemukan kalimat terakhir yang indah dari sang ayah. 

Lalu saya merenung, apa kalimat terakhir dari ayah saya sebelum ia pergi?

Mencoba mengingat ke masa-masa Maret 2002 silam, saya hanya mampu memunculkan sebuah adegan di depan pintu pagar rumah pada sebuah Minggu pagi, dimana ayah saya akan pergi ke rumah sakit untuk yang kesekian kalinya ditemani ibu dan diantar sopir.

That was the last time I saw my dad. His last words to me? I totally have no idea...

Saturday, December 7, 2013

Perginya Sang Bidadari Kecil

photo by bigpictr.com

Hari ini saya terbangun dengan perasaan biasa-biasa saja. Masih melakukan rutinitas favorit di kala subuh yaitu menyegarkan mata dengan bermain The Sims sambil minum teh ditemani biskuit. Namun jika biasanya setelah itu saya akan menyalakan internet, pagi ini rasanya saya terlalu lelah untuk melakukannya dan memilih untuk kembali berbaring sambil menutupi badan dengan selimut. Tak lupa saya menyalakan radio untuk mendengarkan siaran lagu-lagu cinta di hari Sabtu. Ya, ini hari Sabtu, hari yang saya sukai. Tapi entah kenapa mata saya tidak sepakat untuk menikmatinya. Saya melirik papan jadwal sejenak, ada pernikahan yang harus dihadiri hari ini. Kita lihat nanti, entah jam berapa saya akan terbangun lalu baru memutuskan akan pergi atau tidak.

Jam 9 kurang saya terbangun oleh beberapa notifikasi yang masuk melalui pesan di handphone. Tidak ada yang penting. Saya kembali memejamkan mata setelah memasang timer sambil berjanji kepada diri sendiri untuk bangun 15 menit lagi.

Lalu saya pun melanggar janji dengan bangun menjelang pukul 10. Masih dengan perasaan bimbang apakah akan pergi ke resepsi atau tidak. Saya hanya duduk di samping tempat tidur sambil membalas pesan-pesan yang masuk. Lalu saat membuka twitter.. Saya membaca kabar dari Myra bahwa kakaknya sekaligus sahabat saya, Vebby, hari ini telah menjadi seorang ibu!

Saya sangat senang mendengar kabar gembira itu. Sekaligus iri tentu saja. Di awal tahun ini Vebby menemukan pendamping hidup, lalu di akhir tahun ia sudah dikarunai seorang anak. Lahir di tanggal cantik pula: 7 Desember! Ah, sempurna. Dan itu artinya ada dua orang yang sedang berbahagia di tanggal ini. Vebby dan juga senior saya yang tengah melangsungkan pernikahannya hari ini. Ngomong-ngomong resepsi, sepertinya saya memutuskan untuk tidak datang karena selain tidak ada teman dan kurang enak badan, tiba-tiba saja perasaan saya mendadak tidak enak. Entah kenapa.

Beberapa jam kemudian saya hanya berdiam diri di kamar tanpa melakukan aktivitas yang berarti. Sampai akhirnya saya mendengar kabar itu dari Senny.. Bayinya Vebby meninggal...

...

Rasanya shock dan langsung merinding saat membaca pesannya. Butuh waktu beberapa detik hingga akhirnya percaya bahwa apa yang saya lihat adalah nyata. Kemudian saya merenung. Beberapa jam lalu saya berpikir Vebby adalah orang yang sedang bahagia-bahagianya di dunia ini. Sekarang? 

Saya tidak bisa membayangkan bagaimana perasaannya saat ini. Karena yang saya bayangkan sebelumnya adalah: penantiannya selama 9 bulan telah terganti dengan kehadiran seorang bidadari kecil yang akan tumbuh secantik dirinya. Lalu saya akan melihat foto bayi mungil itu di profile picture-nya. Lalu mungkin saya bersama Senny dan Ratih akan pergi ke Lampung untuk menengok keponakan baru kami. Lalu Vebby, seperti halnya teman-teman lain yang baru saja menjadi ibu akan menikmati hari-hari barunya merawat si kecil. Lalu...

Sesuatu mengalir dari sudut mata saya. Satu-satunya yang ingin saya lakukan saat ini adalah memeluk Vebby erat-erat. Mengatakan padanya bahwa ini adalah jalan terbaik untuk bidadari kecilnya. Sambil turut mengikhlaskan kepergian keponakan saya yang hingga saat ini belum saya lihat bagaimana parasnya.

Dear Almeera Nur Azzahra,
Betapa Allah menyayangimu, Nak. Hingga seolah tak rela Ia melepasmu ke dunia.
Bahagia di surga kelak ya, Sayang.
Jangan khawatir, ibumu orang yang kuat yang pernah tante kenal.
Bagaimanapun kalian pernah bersenang-senang selama sembilan bulan lamanya bukan?
Insya Allah dia akan ikhlas merelakan bidadari kecil titipan-Nya diambil kembali.
Peluk, cium dan doa untukmu.

*Diam-diam saya teringat cerita dari blog Mita yang baru saja kemarin saya baca. Pertanda?*